PPh Final dan PPh Tidak Final, dimana letak perbedaannya?

Perpajakan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu bentuk perpajakan yang diterapkan di Indonesia adalah Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh, terdapat dua jenis yang sering kali membingungkan, yaitu PPh Final dan PPh Tidak Final. Pada artikel ini, kita akan membahas perbedaan antara kedua jenis PPh tersebut.

PPh Final dan PPh Tidak Final sebenarnya memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal pemotongan dan pelaporan pajaknya. PPh Final merupakan pajak yang langsung dipotong pada saat penghasilan diterima, sedangkan PPh Tidak Final adalah pajak yang dipotong secara bertahap dan dilaporkan sendiri oleh wajib pajak. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara PPh Final dan PPh Tidak Final yang perlu Anda ketahui.

Pengertian PPh Final

PPh Final adalah jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan tertentu dengan tarif pajak yang telah ditentukan secara pasti. PPh Final umumnya dikenakan pada penghasilan yang berasal dari jasa atau usaha tertentu seperti sewa, bunga bank, atau dividen. Dalam PPh Final, tarif pajaknya sudah ditentukan dan tidak dapat diubah. Tarif pajak ini berbeda-beda tergantung pada jenis penghasilan yang diterima. PPh Final juga memiliki batas penghasilan non-pajak tertentu, di mana jika penghasilan tidak melebihi batas tersebut, maka pajak yang dikenakan adalah sebesar nol persen.

Tarif PPh Final

Tarif pajak PPh Final bervariasi tergantung pada jenis penghasilan yang diterima. Sebagai contoh, tarif pajak PPh Final atas penghasilan sewa adalah sebesar 10 persen, sedangkan tarif pajak PPh Final atas penghasilan bunga bank adalah sebesar 20 persen. Tarif pajak ini sudah final dan tidak dapat diubah. Dalam hal ini, wajib pajak tidak perlu melaporkan penghasilan yang telah dikenakan PPh Final dalam SPT Tahunan.

Contoh PPh Final

Misalnya, Anda memiliki sebuah apartemen yang disewakan dengan harga Rp10.000.000 per bulan. Pajak sewa yang harus Anda bayarkan adalah sebesar 10 persen dari jumlah tersebut, yaitu Rp1.000.000. Pajak ini langsung dipotong oleh pihak yang menyewa apartemen dan disetorkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Anda tidak perlu melaporkan pajak ini dalam SPT Tahunan karena sudah termasuk PPh Final.

Pengertian PPh Tidak Final

PPh Tidak Final, seperti namanya, adalah pajak yang tidak memiliki tarif pajak yang pasti. PPh Tidak Final dikenakan atas penghasilan yang tidak termasuk dalam kategori PPh Final, seperti gaji atau honorarium. Tarif pajak PPh Tidak Final akan ditentukan berdasarkan tingkat penghasilan dan status perpajakan individu. Dalam PPh Tidak Final, wajib pajak harus menghitung sendiri jumlah pajak yang harus dibayar dan melaporkannya secara mandiri kepada DJP.

Tarif PPh Tidak Final

Tarif pajak PPh Tidak Final berbeda-beda tergantung pada tingkat penghasilan dan status perpajakan individu. Tarif pajak ini ditentukan berdasarkan tarif progresif yang berlaku. Semakin tinggi penghasilan yang diterima, semakin tinggi pula tarif pajak yang harus dibayarkan. Tarif pajak PPh Tidak Final biasanya lebih rendah dibandingkan dengan PPh Final, namun dapat mencapai 30 persen untuk penghasilan tertentu. Tarif pajak ini dapat berubah-ubah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Contoh PPh Tidak Final

Misalnya, Anda bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan bulanan sebesar Rp5.000.000. Tarif pajak PPh Tidak Final untuk penghasilan ini adalah sebesar 5 persen. Jadi, jumlah pajak yang harus Anda bayarkan adalah sebesar Rp250.000. Anda harus menghitung dan melaporkan pajak ini sendiri dalam SPT Tahunan.

Proses Pembayaran Pajak

Pada PPh Final, pajak langsung dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan dan disetorkan kepada DJP. PPh Final tidak memerlukan perhitungan atau pelaporan pajak oleh wajib pajak. Pihak yang membayar penghasilan bertanggung jawab untuk melakukan pemotongan pajak dan menyetorkannya ke DJP. Hal ini memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak.

Pemotongan PPh Final

Pada saat pihak yang membayar penghasilan melakukan pembayaran kepada wajib pajak, mereka akan langsung memotong pajak yang harus dibayarkan. Pajak yang dipotong ini akan disetorkan kepada DJP oleh pihak yang membayar penghasilan. Dalam hal ini, wajib pajak tidak perlu melakukan perhitungan atau pelaporan pajak.

Contoh Pemotongan PPh Final

Misalnya, Anda mendapatkan dividen sebesar Rp10.000.000 dari saham yang Anda miliki. Perusahaan yang membayar dividen tersebut akan memotong pajak PPh Final sebesar 20 persen, yaitu sebesar Rp2.000.000. Pajak ini akan langsung disetorkan kepada DJP oleh perusahaan tersebut. Anda tidak perlu melakukan perhitungan atau pelaporan pajak ini.

PPh Tidak Final

PPh Tidak Final memerlukan perhitungan dan pelaporan pajak yang lebih detail oleh wajib pajak. Wajib pajak harus menghitung jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan tarif pajak yang berlaku dan melaporkannya dalam SPT Tahunan kepada DJP. Wajib pajak juga harus membayarkan pajak yang terutang secara mandiri kepada DJP.

Perhitungan PPh Tidak Final

Wajib pajak harus menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan berdasarkan tarif pajak yang berlaku. Tarif pajak PPh Tidak Final ditentukan berdasarkan tarif progresif yang berlaku. Wajib pajak harus mengalikan penghasilan yang diterima dengan tarif pajak yang sesuai dengan tingkat penghasilannya. Setelah itu, wajib pajak harus melaporkan jumlah pajak yang harus dibayarkan dalam SPT Tahunan.

Contoh Perhitungan PPh Tidak Final

Misalnya, Anda memiliki penghasilan tahunan sebesar Rp100.000.000. Tarif pajak PPh Tidak Final untuk penghasilan ini adalah 20 persen. Jadi, jumlah pajak yang harus Anda bayarkan adalah sebesar Rp20.000.000. Anda harus menghitung dan melaporkan jumlah pajak ini dalam SPT Tahunan, serta membayarkannya secara mandiri kepada DJP.

Tarif Pajak

Tarif pajak PPh Final telah ditetapkan dan tidak dapat diubah. Tarif pajak ini berlaku untuk jenis penghasilan tertentu dan tidak berubah-ubah. Tarif pajak PPh Final biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak PPh Tidak Final. Tarif pajak PPh Tidak Final, sebagaimana disebutkan sebelumnya, berbeda-beda tergantung pada tingkat penghasilan dan status perpajakan individu. Tarif pajak ini dapat berubah-ubah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan tarif pajak PPh Final.

Tarif Pajak PPh Final

Tarif pajak PPh Final berbeda-beda tergantung pada jenis penghasilan yang diterima. Sebagai contoh, tarif pajak PPh Final atas penghasilan sewa adalah 10 persen, sedangkan tarif pajak PPh Final atas penghasilan bunga bank adalah 20 persen. Tarif pajak PPh Final ini sudah final dan tidak dapat diubah. PPh Final juga memiliki batas penghasilan non-pajak tertentu, di mana jika penghasilan tidak melebihi batas tersebut, maka pajak yang dikenakan adalah sebesar nol persen. Tarif pajak PPh Final ini ditetapkan berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku dan dapat berbeda untuk setiap jenis penghasilan.

Tarif Pajak PPh Tidak Final

Sebagai perbandingan, tarif pajak PPh Tidak Final ditentukan berdasarkan tarif progresif yang berlaku. Tarif progresif ini berarti semakin tinggi penghasilan yang diterima, semakin tinggi pula tarif pajak yang harus dibayarkan. Tarif pajak PPh Tidak Final biasanya lebih rendah dibandingkan dengan tarif pajak PPh Final. Tarif pajak PPh Tidak Final ini dapat berubah-ubah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tarif pajak PPh Tidak Final ini juga dapat berbeda untuk setiap tingkat penghasilan dan status perpajakan individu.

Objek Pajak

Objek pajak PPh Final terbatas pada penghasilan tertentu seperti sewa, bunga bank, atau dividen. Jenis penghasilan ini umumnya berasal dari jasa atau usaha tertentu. Objek pajak PPh Final ditentukan berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku dan tidak berubah-ubah. PPh Final tidak dikenakan pada penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan secara teratur, seperti gaji karyawan.

Penghasilan Objek Pajak PPh Final

Penghasilan yang termasuk dalam objek pajak PPh Final antara lain adalah penghasilan sewa, bunga bank, dividen, royalti, hadiah undian, hadiah dari program loyalitas, dan penghasilan lainnya yang telah ditentukan oleh undang-undang perpajakan. Penghasilan-penghasilan ini dikenakan PPh Final dengan tarif pajak yang sudah ditentukan.

Contoh Objek Pajak PPh Final

Misalnya, Anda memiliki sebuah apartemen yang disewakan. Penghasilan sewa yang Anda terima akan dikenakan PPh Final. Begitu juga jika Anda memiliki saham dan mendapatkan dividen dari perusahaan, penghasilan dividen tersebut juga akan dikenakan PPh Final. Objek pajak PPh Final ini tergantung pada jenis penghasilan yang diterima dan telah ditetapkan oleh undang-undang perpajakan.

Objek Pajak PPh Tidak Final

Objek pajak PPh Tidak Final meliputi penghasilan dari berbagai sumber seperti gaji, honorarium, penghasilan bebas, penghasilan tidak teratur, dan lain sebagainya. Objek pajak PPh Tidak Final ini lebih luas daripada objek pajak PPh Final, karena mencakup berbagai jenis penghasilan yang tidak termasuk dalam kategori PPh Final. Objek pajak PPh Tidak Final ini ditentukan berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku dan dapat berbeda untuk setiap jenis penghasilan.

Penghasilan Objek Pajak PPh Tidak Final

Penghasilan yang termasuk dalam objek pajak PPh Tidak Final antara lain adalah gaji karyawan, honorarium, penghasilan bebas seperti penghasilan dari usaha kecil, dan penghasilan tidak teratur seperti penghasilan dari pekerjaan lepas atau proyek. Objek pajak PPh Tidak Final ini mencakup berbagai jenis penghasilan yang diterima secara teratur atau tidak teratur dan ditentukan oleh undang-undang perpajakan.

Contoh Objek Pajak PPh Tidak Final

Misalnya, jika Anda bekerja sebagai karyawan, gaji yang Anda terima akan dikenakan PPh Tidak Final. Begitu juga jika Anda menerima honorarium sebagai pembicara dalam sebuah seminar, penghasilan honorarium tersebut juga akan dikenakan PPh Tidak Final. Objek pajak PPh Tidak Final ini mencakup penghasilan yang diterima secara teratur atau tidak teratur dan telah ditetapkan oleh undang-undang perpajakan.

Kewajiban Pelaporan

Wajib pajak PPh Final tidak diwajibkan untuk melaporkan penghasilan yang telah dikenakan PPh Final dalam SPT Tahunan. PPh Final tidak memerlukan perhitungan atau pelaporan pajak oleh wajib pajak, karena pajak sudah dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan. Pihak yang membayar penghasilan bertanggung jawab untuk melakukan pemotongan pajak dan menyetorkannya ke DJP.

Pelaporan PPh Final

Pada saat wajib pajak PPh Final melaporkan SPT Tahunan, mereka tidak perlu melaporkan penghasilan yang telah dikenakan PPh Final. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final tidak dihitung atau dilaporkan dalam SPT Tahunan, karena pajaknya sudah dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan. Wajib pajak hanya perlu melaporkan penghasilan yang tidak termasuk dalam objek pajak PPh Final jika ada.

Contoh Pelaporan PPh Final

Misalnya, jika Anda memiliki penghasilan sewa dari sebuah properti dan sudah dikenakan PPh Final, Anda tidak perlu melaporkan penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan. Pajak sewa yang sudah dipotong oleh pihak yang menyewa akan disetorkan ke DJP oleh pihak tersebut. Anda hanya perlu melaporkan penghasilan yang tidak termasuk dalam objek pajak PPh Final, jika ada.

Pelaporan PPh Tidak Final

Wajib pajak PPh Tidak Final harus melaporkan penghasilan dan membayar pajak yang terutang secara mandiri kepada DJP. PPh Tidak Final memerlukan perhitungan dan pelaporan pajak yang lebih detail oleh wajib pajak. Wajib pajak harus menghitung sendiri jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan tarif pajak yang berlaku dan melaporkannya dalam SPT Tahunan kepada DJP.

Perhitungan PPh Tidak Final

Wajib pajak PPh Tidak Final harus menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan berdasarkan tarif pajak yang berlaku. Tarif pajak PPh Tidak Final ditentukan berdasarkan tarif progresif yang berlaku. Wajib pajak harus mengalikan penghasilan yang diterima dengan tarif pajak yang sesuai dengan tingkat penghasilannya. Setelah itu, wajib pajak harus melaporkan jumlah pajak yang harus dibayarkan dalam SPT Tahunan. Pelaporan pajak ini harus dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak.

Contoh Perhitungan PPh Tidak Final

Misalnya, jika Anda memiliki penghasilan tahunan sebesar Rp100.000.000, tarif pajak PPh Tidak Final untuk penghasilan ini adalah 20 persen. Jadi, jumlah pajak yang harus Anda bayarkan adalah sebesar Rp20.000.000. Anda harus menghitung dan melaporkan jumlah pajak ini dalam SPT Tahunan, serta membayarkannya secara mandiri kepada DJP.

Kemudahan Administrasi

PPh Final memberikan kemudahan administrasi karena pajak langsung dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan. Sebaliknya, PPh Tidak Final membutuhkan perhitungan dan pelaporan pajak yang lebih detail oleh wajib pajak. Wajib pajak harus menghitung sendiri jumlah pajak yang harus dibayarkan dan melaporkannya dalam SPT Tahunan kepada DJP.

Keuntungan PPh Final

PPh Final memberikan keuntungan dalam hal administrasi karena wajib pajak tidak perlu menghitung atau melaporkan pajak dalam SPT Tahunan. Pajak sudah dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan dan langsung disetorkan kepada DJP. Hal ini mengurangi beban administrasi dan kewajiban pelaporan bagi wajib pajak. Wajib pajak tidak perlu khawatir tentang perhitungan pajak dan dapat fokus pada kegiatan lainnya.

Keuntungan PPh Tidak Final

Meskipun PPh Tidak Final membutuhkan perhitungan dan pelaporan pajak yang lebih detail, ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh. Salah satunya adalah fleksibilitas dalam mengelola penghasilan dan pajak yang harus dibayarkan. Wajib pajak dapat mengatur sendiri penghitungan pajak sesuai dengan tarif progresif yang berlaku dan melaporkan jumlah yang tepat dalam SPT Tahunan. Hal ini memberikan wajib pajak kontrol penuh atas pajak yang harus dibayarkan.

Contoh Kemudahan Administrasi PPh Final dan PPh Tidak Final

Misalnya, jika Anda adalah seorang investor yang menerima dividen dari beberapa perusahaan. Jika dividen tersebut dikenakan PPh Final, Anda tidak perlu repot menghitung atau melaporkan pajak tersebut. Pajak dividen langsung dipotong oleh perusahaan dan disetorkan kepada DJP. Anda hanya perlu fokus pada pengelolaan investasi Anda. Namun, jika Anda menerima penghasilan bebas atau penghasilan tidak teratur yang dikenakan PPh Tidak Final, Anda perlu menghitung dan melaporkan pajak tersebut dalam SPT Tahunan. Meskipun membutuhkan sedikit usaha, hal ini memberikan Anda fleksibilitas dalam mengatur penghasilan dan pajak yang harus dibayarkan.

Penggunaan NPWP

Pada PPh Final, wajib pajak tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP adalah identitas pajak yang diterbitkan oleh DJP untuk setiap wajib pajak. NPWP digunakan untuk melaporkan penghasilan dan membayar pajak yang terutang. Pada PPh Final, pajak sudah dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan, sehingga wajib pajak tidak perlu memiliki NPWP.

Penggunaan NPWP pada PPh Tidak Final

Sebaliknya, wajib pajak PPh Tidak Final harus memiliki NPWP. NPWP digunakan untuk melaporkan penghasilan dan membayar pajak yang terutang. Wajib pajak harus mencantumkan NPWP dalam SPT Tahunan dan menggunakan NPWP tersebut untuk pembayaran pajak. NPWP juga digunakan sebagai identitas pajak saat melakukan transaksi keuangan tertentu, seperti pembukaan rekening bank atau pembelian properti.

Keuntungan memiliki NPWP

Miliki NPWP memberikan beberapa keuntungan bagi wajib pajak. Salah satunya adalah kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan. Banyak lembaga keuangan yang mensyaratkan NPWP sebagai persyaratan untuk membuka rekening bank atau melakukan transaksi keuangan lainnya. Selain itu, memiliki NPWP juga menunjukkan kepatuhan perpajakan dan dapat menjadi bukti bahwa wajib pajak telah melaporkan penghasilan dan membayar pajak yang terutang.

Sanksi Pajak

Jika wajib pajak PPh Final tidak membayar pajak yang telah dipotong, pihak yang melakukan pemotongan akan dikenakan sanksi administrasi. Sanksi administrasi ini dapat berupa denda atau penalti atas keterlambatan atau ketidakpatuhan dalam pembayaran pajak. Pihak yang melakukan pemotongan pajak PPh Final juga dapat dikenakan sanksi jika tidak menyampaikan laporan atau membayar pajak yang terutang tepat waktu.

Sanksi PPh Tidak Final

Wajib pajak PPh Tidak Final akan dikenakan sanksi administrasi jika tidak melaporkan atau membayar pajak yang terutang dalam SPT Tahunan. Sanksi administrasi ini dapat berupa denda atau penalti atas keterlambatan atau ketidakpatuhan dalam pelaporan dan pembayaran pajak. Wajib pajak juga dapat dikenakan sanksi jika terbukti melakukan pelanggaran atau kecurangan dalam pelaporan pajak.

Contoh Sanksi Pajak

Misalnya, jika Anda menerima dividen yang dikenakan PPh Final dan tidak membayarkan pajak yang terutang, pihak yang melakukan pemotongan pajak akan dikenakan sanksi administrasi. Sanksi ini dapat berupa denda atau penalti atas keterlambatan atau ketidakpatuhan dalam pembayaran pajak. Demikian pula, jika Anda tidak melaporkan atau membayar pajak yang terutang dalam SPT Tahunan untuk penghasilan bebas yang dikenakan PPh Tidak Final, Anda juga dapat dikenakan sanksi administrasi.

Dampak pada Pelaporan Keuangan

PPh Final tidak mempengaruhi laporan keuangan wajib pajak, karena pajak sudah dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan. PPh Final tidak perlu dilaporkan dalam laporan keuangan karena pajaknya sudah termasuk dalam penghasilan yang diterima. Sebaliknya, PPh Tidak Final harus dilaporkan dalam laporan keuangan sebagai pajak yang masih harus dibayar oleh perusahaan atau individu.

Pengaruh PPh Final pada Laporan Keuangan

Wajib pajak PPh Final tidak perlu mencantumkan pajak yang telah dipotong dalam laporan keuangan. Pajak PPh Final sudah termasuk dalam penghasilan yang diterima dan tidak perlu dilaporkan secara terpisah. Hal ini memudahkan wajib pajak dalam menyusun dan melaporkan laporan keuangan, karena tidak perlu memperhitungkan pajak yang telah dipotong terlebih dahulu.

Pengaruh PPh Tidak Final pada Laporan Keuangan

Sebaliknya, wajib pajak PPh Tidak Final harus mencantumkan pajak yang masih harus dibayar dalam laporan keuangan. PPh Tidak Final harus dilaporkan sebagai pajak yang masih harus dibayarkan oleh perusahaan atau individu. Pengaruh PPh Tidak Final pada laporan keuangan adalah sebagai kewajiban pajak yang harus diselesaikan dalam periode yang bersangkutan. Hal ini perlu diperhatikan agar laporan keuangan dapat mencerminkan dengan akurat kewajiban pajak yang masih harus dibayar.

Dalam kesimpulannya, PPh Final dan PPh Tidak Final memiliki perbedaan dalam pemotongan dan pelaporan pajak. PPh Final dipotong langsung oleh pihak yang membayar penghasilan, sedangkan PPh Tidak Final harus dilaporkan dan dibayar secara mandiri oleh wajib pajak. Memahami perbedaan ini penting untuk memastikan kepatuhan perpajakan yang tepat dan menghindari masalah hukum terkait pajak. Selain itu, penggunaan NPWP dan pemahaman mengenai tarif pajak juga penting dalam menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*